Rabu, 04 April 2012

"Ceplok Endog" dan Pendidikan Karakter

Share this history on :

Di lapangan sebuah sekolah, seorang anak diikat tubuhnya ke tiang.Anak yang sudah tak berdaya itu lalu diguyur dengan air kotor. Setelah itu,tubuhnya ditaburi tepung tapioka.Klimaksnya,kepala anak tadi"diceploki" endog (telur), tentunya telurnya dipilih telur "kacingcalang" (telur yang gagal menetas) karena memiliki bau aroma yang khas, yang bisa membuat muntah orang yang membauinya.
Begitulah gambaran seorang anak yang pada hari itu berulang tahun. Dia harus mengalami "penyiksaan" dari teman temannya, yang katanya surprise yang dapat memberikan kenangan. Peristiwa ini selalu ditemui di setiap sekolah dari mulai tingkat SMP hingga SMA bahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Jika tidak ada peristiwa ini sepertinya gak rame,dan ini seperti virus yang secara cepat mewabah.
Jika kita simak kejadian tersebut memvisualisasikan adanya perbuatan penyiksaan, keributan, penghinaan, dan perpeloncoan. Mengapa dikatakan perpeloncoan? Karena peristiwa itu akan berulang pada teman lainnya yang sedang berulang tahun. Sehingga peristiwa tersebut akan berulang dan berulang terus.
Anak didik kita memang sangat mudah dipengaruhi oleh sesuatu hal yang baru, tanpa adanya pertimbangan. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya norma dan nilai budaya nasional yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan.
Dalam buku pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa disebutkan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, dalam seratus harinya telah mengeluarkan kebijakan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Kebijakan ini ditelurkan tiada lain karena perilaku masyarakat kita sudah banyak yang menyimpang seperti korupsi, anarkisme, tawuran, dan lain-lain. Apabila perilaku ini dibiarkan tanpa tindakan, akan terwariskan kepada generasi berikutnya.
Dalam mengimplementasikan kebijakan itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa ini harus diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Pendidikan budaya dan karakter bangsa ini memiliki fungsi sebagai pengembang potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berkelakuan baik. Kemudian sebagai perbaikan yang memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam mengembangkan potensi peserta didik yang lebih bermartabat, dan sebagai penyaring terhadap budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Jika seorang pendidik menemukan perilaku siswanya yang kurang baik bahkan jauh dari budaya dan karakter bangsa, seyogyanya memberikan koreksi terhadap siswa tersebut. Jika tidak direspons oleh guru, siswa akan menganggap apa yang dilakukannya memang boleh sehingga dia akan melakunnya berulang kali. Pada akhirnya, perilaku itu akan menjadi karakter anak. Oleh karena itu, perayaan ulang tahun yang tidak sesuai dengan budaya dan karakter bangsa ini perlu dihentikan. Bahkan sekolah dapat mengeluarkan aturan mengenai hal itu dengan sangsi yang jelas.
sumber dari : Harian Umum PR tanggal 04-04-2012